Rabu, 15 Oktober 2014

NEGERI MALING

IDR: 18.000,-
Menulis puisi barangkali bukan pekerjaan yang mulia. Walaupun bukan pekerjaan mulia, barangkali menulis puisi masih ada manfaatnya. Setidaknya untuk penulis puisi itu sendiri. Mungkin salah satunya adalah mengajari penulis untuk merenung. Dari proses perenungan-perenungan tersebut akan membangkitkan rasa tepa slira kepada sesama.

    Di sisi lain, era industri yang berimbas pada meledaknya teknologi membuat segala hal menjadi serba instan. Serba instan inilah yang mengubah gaya hidup manusia semakin tidak kreatif dan tentunya tanpa perenungan. Bahkan manusia modern tidak perlu lagi perenungan-perenungan, karena semua yang dibutuhkan tersedia. Mengalami kesulitan tinggal membuka google, maka semua persoalan bisa teratasi.

    Dengan demikian, di era sekarang ini manusia telah diperbudak oleh kepraktisan. Hasilnya, manusia enggan untuk merenung dan berpikir. Akibatnya, tidak sedikit orang yang tersakiti langsung main pukul atau mudah sekali korupsi di berbagai bidang kehidupan.

    Maka, di tengah gejolak politik dan sosial negeri ini yang semakin mengkhawatirkan tiga penyair, yaitu Sunu Catur, Panamulia, dan Pak Shodiq menerbitkan Antalogi Puisi berjudul “Negeri Maling”. Penulisan dan penerbitan tersebut berdasarkan atas perenungan-perenungan dari penyair  akan gejolak yang terjadi di negeri ini. Ketiga penyair tersebut mengontruksi kembali realitas ke dalam kata-kata. Selamat membaca.

Abraham Mikael F.
Penulis

Tidak ada komentar: